Gadis Pengayak Tanah Raih Emas Di PON 2016
Catatan : Muhammad Syukri (Kompasiana)
Masih ingat kisah gadis pengayak tanah?
Kisahnya pernah saya tulis di Kompasiana pada tanggal 16 Juni 2015.
Dalam tulisan itu, saya mengisahkan tekad bulat putri seorang penjual
ikan keliling yang terlanjur ingin menggapai “bintang”.
Dia adalah Meta Putri Mustika [24],
pemegang sabuk coklat cabang olah raga Kempo. Setiap hari berlatih keras
dengan metode yang cukup unik, diantaranya menjadi pengayak tanah.
Ketika itu, dia masuk nominasi atlet Pra-PON dari Aceh.
Untuk lolos sebagai salah satu atlet,
peluangnya sangat kecil, kecuali dengan latihan serius. Menurut Meta
waktu itu, saingannya cukup berat, banyak atlet Kempo di Aceh yang lebih
baik darinya. Tapi, gadis desa ini bercita-cita ingin meraih tahta
tertinggi dalam cabang olah raga Kempo pada PON 2016 di Bandung Jawa
Barat.
Memang, dia hanya seorang gadis desa,
putri pertama pasangan Syaiful S dan Rusmiati. Berasal dari suatu
wilayah terpencil, Kampung Burni Bius Aceh Tengah yang terletak di
pedalaman Aceh. Dia sangat menyadari semua keterbatasannya, termasuk
keterbatasan sang bapak yang menghidupi keluarga dari hasil menjual ikan
keliling.
Namun, gadis tinggi semampai ini
terlanjur punya cita-cita, semangat dan tekad bulat. Inilah yang
membedakan Meta dengan gadis lain yang seusianya. Pertama sekali
melihatnya, saya meyakini bahwa gadis ini akan menjadi “bintang.” Ketika
itu, dia sedang berkutat dengan tulang belulang dan sampah prasejarah
di lokasi ekskavasi Ceruk Mendale, Kebayakan Aceh Tengah.
Disana, dia terkadang memegang kuas,
lalu membersihkan tanah dari permukaan tulang belulang. Di hari yang
lain, dia memilah dan mencatat temuan sampah prasejarah tersebut
berdasarkan asal kotak ekskavasi. Senin sore, 16 Juni 2015, saya
terkejut melihat gadis itu mengayak tanah sisa galian.
Didampingi senpai Zul MD, dia mendorong
dan menarik ayakan itu kedepan dan kebelakang dengan penuh tenaga.
Layaknya kerja seorang laki-laki, padahal dia seorang gadis cantik
berkulit kuning langsat. Berhenti mengayak tanah, lalu dia memilih
tulang belulang dari permukaan kawat ayak tersebut, dimasukkannya
kedalam kantong plastik. “Mengayak tanah untuk melatih kekuatan lengan,”
kata senpai Zul MD waktu itu.
Dihari berikutnya, saya pernah
melihatnya berlari menelusuri jalanan Kebayakan terus menuju Ceruk
Mendale. Selidik punya selidik, rupanya itulah aktivitas latihan yang
dilakukan gadis pemegang 9 medali dari cabang olah raga Kempo. Sambil
berlatih, Meta begitu gadis ini biasa dipanggil, ternyata dipekerjakan
oleh DR Ketut Wiradnyana MA [arkeolog dari Balar Medan] sebagai tenaga
lokal [tenlok].
Dari pekerjaan itu, dia memperoleh upah
lumayan besar, yaitu Rp 1.050.000. “Uang itu akan saya gunakan untuk
membayar cicilan sepeda motor,” ungkap alumni SMAN 8 Takengon. “Tekad
bulat melahirkan perbuatan nyata…,” begitu tulis Bung Karno, 55 tahun
lalu, pada sebuah prasasti di tugu Darussalam Banda Aceh. Dan, Meta
Putri Mustika terobsesi untuk membuktikan “keampuhan” kata bijak
tersebut.
Bermula ketika dia terpilih untuk ikut
Pra-PON 2015 di Bandung. Dia lolos untuk kelas Randori 50 Kg. Setelah
itu, dia dinyatakan berhak memperkuat kontingen Provinsi Aceh dalam PON
2016 di Bandung Jawa Barat. Senang? Tentu kata Meta, inilah jalan terang
untuk menggapai bintang.” Alhamdulillah Ya Rabb, bisik gadis itu sambil
menengadahkan tangan.
Sejak tanggal 17 September 2016, dia
bersama atlet Kempo asal Aceh menjejakkan kaki di Bumi Siliwangi,
Bandung. Tentu rasa bimbang dan cemas menggayuti perasaan hatinya.
Kenapa? Lawan yang akan dihadapi Meta umumnya atlet Kempo terbaik dari
seluruh Indonesia. “Perasaan sebelum bertanding selalu cemas akan hasil
nantinya.. Lawannya berat semua pak…,” tulis Meta melalui messenger
Facebook.
Jalan untuk menggapai “bintang” makin
terang benderang ketika dia lolos ke babak semi final kelas Randori 50
Kg. “Perunggu sudah ditangan, tetapi saya akan berusaha menggapai medali
emas,” katanya. Tibalah babak semi final, Rabu pagi [28/9/2016] di
gedung Sabuga ITB Bandung, Meta akan menghadapi Yulia dari NTB.
Fantastis, dia berhasil mengalahkan atlet Kempo asal NTB tersebut.
Dengan kemenangan itu, Meta berhak
melaju ke babak final. Inilah momen paling menentukan bagi perjalanan
gadis ini dalam menggapai “bintang.” Mampukah gadis desa ini mewujudkan
cita-citanya? Rabu siang, babak final kelas Randori 50 Kg putri segera
berlangsung. Meta dengan pelindung kepala berwarna biru berdiri tegak
diatas matras dalam gedung Sabuga ITB.
Didepannya sudah bersiap-siap Lisa,
atlet Kempo asal Kalimantan Timur [Kaltim]. Dan, pertarungan pun
dimulai, Meta versus Lisa. Seru dan menegangkan, akhirnya dengan pukulan
Giyaku Zuki, Meta memastikan dirinya berhasil menggapai “bintang.”
Medali emas cabang olah raga Kempo kelas Randori 50 Kg PON 2016 Jabar,
sah disandang oleh Meta Mustika Putri.
“Setelah bertanding merasa lega dan
terharu bisa menyumbang medali emas untuk Aceh terutama Gayo pak…,”
ungkap Meta tadi malam. Apa kata senpai Edy Saputra yang mendampingi
Meta selama berada di Bandung?
Sebenarnya, lawan yang paling
dikhawatirkan adalah atlet asal Sulsel, peraih medali emas pada Pra-PON
2015 lalu. Ternyata, atlet Sulsel tersebut dikalahkan oleh Lisa, atlet
asal Kaltim dibabak semi final. Dengan keunggulan tinggi tubuh
dibandingkan Lisa, permainan Meta berkembang cukup baik.
Dia bertanding penuh semangat, sampai
akhirnya berhasil menaklukkan Lisa. Meta membukukan medali emas untuk
Aceh. “Dengan raihan itu, Meta punya peluang terpilih sebagai salah satu
atlet untuk mengikuti Kejuaraan Taikai Internasional di Amerika
Serikat,” pungkas senpai Edy Saputra.
Meta didampingi senpai Zul MD, Juni 2015 lalu, mengayak tanah di lokasi ekskavasi arkeologi Ceruk Mendale, Kebayakan Aceh Tengah [Foto: dokpri] |
penulis Muhammad Syukri, PNS di Pemda Aceh Tengah
By Lintas Gayo on Saturday, 1 October 2016
Gadis Pengayak Tanah Raih Emas Di PON 2016
Reviewed by Unknown
on
7:09:00 PM
Rating:
Post a Comment